Minggu, 14 Desember 2014

Mahagiri punya Cerita tentang Riana dan Irham

Riana duduk di balkon mengenang kejadian yang terjadi kemarin sore, ketika dia memutuskan untuk ikut muncak ke bukit Mahagiri yang bisa dijangkau dengan waktu 2 jam perjalanan.
            Irham adalah seorang yang baru ia kenal di kampusnya. Seorang laki-laki yang sangat ramah dan baik serta gemar mendaki gunung. Ia juga teman satu rombel Riana di Fakultas Ilmu Budaya. Sebenarnya, Irham bukan teman barunya, sebelum ia menjadi mahasiswa Irham dan Riana telah saling mengetahui saja, tidak saling kenal. Barulah ketika di kampus mereka menjadi benar-benar kenal dan akhirnya akrab.
            Pagi itu, Riana berjalan menuju kampus. Kali ini ia memilih jalan yang berbeda, ia ingin melewati indekos Irham dengan harapan bisa bertegur sapa dengannya syukur-syukur bisa mengobrol dengan dia walaupun hanya sebentar. Ternyata, keinginannya terpenuhi. Ketika ia berjalan melewati indekos Irham, ia melihat Irham sedang duduk di depan teras indekos bersama teman-temannya yang lain. Irham pun melihat Riana berjalan di depan indekosnya. Irham menyapa Riana begitupula Riana. Bukan hanya itu saja. Mereka juga sempat berbincang-bincang mengenai tugas kampus dan organisasi.

Pesta Ulang Tahun Diyon


“hal teridah adalah ketika aku bisa melihat kamu tersenyum bahagia di depan aku”. Itulah sepenggal curahan perasaan aku ketika aku berada di tengah mereka. Di sebuah ruangan yang cukup sederhana dengan cat berwarna merah muda dan walpaper musik yang terempel rapi di setiap bagian tembok, hari Minggu 23 Mei 2012 lalu. Peristiwa itu masih sangat melekat di hati sampai saat ini, ketika aku menulis sebuah tulisan ini bersama Diyon, seorang down syndrom yang kini sedang menemaniku seusai mengikuti acara perayaan ulang tahunnya yang ke-22.
Di pagi buta, sekitar pukul dua pagi aku telah dibangunkan oeh Deria. Ia mengajak aku untuk mendekorasi ruangan yang sempat aku janjikan tadi malam. Ternyata ia masih saja mengingat janjiku. Aku masih mengantuk dan sesekali aku menguap ketika aku beranjak dari tempat tidur dan mengikuti langkah Deria yang menggandengku ke sebuah ruangan sederhana, ruang musik. Ia menyodorkan sebuah kotak kardus besar yang berisi pernak-pernik pesta ulang tahun. Di dalamnya terdapat kertas warna-warni yang menarik, bola-bola kecil dan kertas yang berbentuk salju yang siap di pasang di atap, dan tulisan “Selamat Ulang Tahun” yang sudah di gunting dan siap untuk di pasang serta peralatan lainnya. Aku mengucek mataku dengan mimik heran melihat barang-barang itu semua.