Kamis, 23 Maret 2017

senja yang merajuk rindu

Aku merindui senja dan khayalan yang hadir diantara kita. Senja yang hadir pada langit. Menggoreskan cahaya merah pada langit biru dan menggantikannya dengan gelap malam dan sedikit bintang bercahaya waktu itu. Cahyanya membuat siluet yang indah pada pohon-pohon yang meranggas dan menyisakan batang dan ranting. Juga pada atap rumah yang tak jauh dari pandangan kita. Angin berembus. Angin yang berembus pada ranting pada daun pada semak-semak yang menjadikan melodi pengatar senja dan kamu yang berusaha menyendiri di depan rumah lantas menyadarkan kedua tangan di atas gerbang depan rumah.
Tatapanmu seolah kosong. Terlihat dari bola matamu yang menerawang jauh pada langit biru. Raut wajahmu sedikit mengekspresikan lelah yang bercampur rindu. Lantas menghela napas panjang dan teringat bahwa pekerjaan masih belum terselesaikan. Sesekali kamu menolehkan kepalamu ke dalam rumah yang selalu sepi dengan gelagat tawa dan canda. Bagaimana tak selalu sepi jika di rumah hanya kamu seorang. Tak ada teman untuk berbagi keluh kesah atau canda tawa. Harimu selalu sepi. Terutama jika malam tiba. Hanya alunan musik alam yang akan menemanimu beraktivitas atau musik-musik lain yang kamu ciptakan untuk menemani malammu.
Kamu berdiri sudah cukup lama. Pikiranmu telah melayang jauh pada rindu yang semakin menderu pada rumah yang tak sabar menyapamu dengan ramah. Kebersamaan dengan keluarga yang tak kamu dapatkan di rumah yang kini kamu tempati. Riuh canda tawa, obrolan-obrolan malam yang berujung pada petuah-petuah ajaib yang tercurah dengan tulus dari hati seorang ibu kepada anaknya yang sedang berjuang di tanah rantau. Kamu selalu merindukan sosok perempuan pada rumah itu, yang selalu membuatmu bisa tersenyum dan kembali bangkit disaat hati yang telah berkali-kali patah karena wanita, disaat hati benar-benar goyah karena masalah, disaat kamu dihadapkan pada dilema yang harus kamu akhiri.
Kamu ingin sekali kembali dan menyapanya meski hanya sebentar. Namun keinginan itu hanya sebatas angan-angan saja. terbentur pada kisah yang pernah kamu alami. Disaat rindu menderu dan ego berhasil memaksamu untuk pulang dan menyapa mereka. Lantas yang kamu terima bukan sapa hangat namun kata yang yang menyayat hati hingga berujung pada kepulanganmu kembali. Kamu masih ingat benar kata-kata itu. “kembalilah. Dan jangan pernah pulang kemari jika urusan dan tanggungjawabmu belum kau selesaikan”
@pkwriterpreneur 
pkwriterpreneur
DAY1